“Kamu tidur terlalu dini,
sekarang waktunya bangun untuk kakek Macan!” pintu terbuka lebar, dan seseorang
yang tinggi, dan kekar mengenakan jubah pelayan masuk ke rumahnya(kayaknya
lebih mirip kamar kosan). Dia memandang tajam kea rah Meng Hao san si Gendut.
“Mulai hari ini, kalian berdua
bocah brengsek akan memotong sepuluh batang pohon per hari untuk ku, kalau
tidak aku akan menguliti kalian hidup-hidup.” Gertaknya dengan penuh amarah.
“Salam, Kakek Macan,” kata Meng Hao sambil bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri dengan gugup. “Mungkin kamu bisa duduk dulu se... sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, lelaki bertubuh kekar tersebut menatapnya tajam.
“Berhenti Menjilat, kamu pikir aku
bicara terlalu keras?”
Melihat sikapnya yang galak, dan
tubuhnya yang besar, Meng Hao menjadi ragu, tapi kemudian dia berkata, “tapi…
saudara tua yang memimpin para pelayan telah menugaskan kita untuk memotong
sepuluh batang pohon per hari.”
“Berarti potong sepuluh batang
pohon lagi untuk ku”gertaknya dingin
Meng Hao tidak mengatakan apapun,
dia memutar otak. Dia baru saja datang dan sudah kena bully. Dia tak
mau menyerah, tapi orang tersebut sangat besar dan kekar, dan dirinya terlalu lemah, tidak mungkin untuk melawan balik. Kemudian dia melirik ke meja, dan ingat tentang bekas gigitan. Mengingat kembali betapa kuatnya cengkraman gigitan si Gendut saat dia sedang mimpi berjalan.
mau menyerah, tapi orang tersebut sangat besar dan kekar, dan dirinya terlalu lemah, tidak mungkin untuk melawan balik. Kemudian dia melirik ke meja, dan ingat tentang bekas gigitan. Mengingat kembali betapa kuatnya cengkraman gigitan si Gendut saat dia sedang mimpi berjalan.
“Ndut, ada seseorang yang ingin
mencuri mantou dan wanitamu!”
Segera, setelah kata-kata keluar
dari mulutnya, si Gendut langsung bangun. Dengan mata masih terpejam, dia
berteriak dengan wajah marah membabi- buta.
“Siapa yang ingin mencuri mantou
ku? Siapa yang ingin mencuri wanitaku? Aku akan menghajarmu sampai mati! Aku akan
menggigitmu sampai mati!” dia mulai meninju membabi-buta, kakek Macan memandang
dengan terkejut, kemudian maju kedepan dan menampar si Gendut.
“Berani-beraninya kamu berteriak
di depan kakek Macan!” tamparannya mengenai wajah di Gendut, tetapi orang tersebut
malah berteriak. Si Gendut dengan mata terpejam, menggigit lengannya dengan
sekuat tenaga. Bagaimanapun dia mengayun-ayunkan lengannya, si Gendut tetap
menggigitnya dan menolak untuk melepaskannya.
“Berhenti menggigitku, keparat.
Berhentilah menggigit” orang ini adalah pelayan, bukan cultivator. Dia telah
menjadi pelayan sangat lama. Dan tubuhnya sangat kuat. Tapi rasa sakit yang
ditimbulkan mengbuat dia mengucurkan keringat dingin. Dia menendang dan
memukul tapi tidak membuat si Gendut
meloloskan gigitannya sama sekali. Semakin keras dia memukul semakin dalam si
Gendut menancapkan giginya. Daginya terkoyak seakan-akan dagingnya mau terlepas
akibat gigitan si Gendut.
“Keributan apa ini?”
Ini adalah suara dari si pemuda Muka
Kuda. Setelah mendengar suara tersebut, si Kekar mulai gemetar ketakutan.
Walaupun sakit teramat sangat terpancar dari wajahnya, dia menahan teriakan.
“Ini bukan ide yang bagus untuk
membikin kesal saudara tua pengurus pelayan” kata si Kekar dengan cepat. “tidak
ada untungnya melanjutkan hal ini. Cepat, berhentilah menggigitku! Aku tidak
menginginkan sepuluh batang pohon.”
Meng Hao tidak menyangka kalau
mimpi berjalan si Gendut sangat mengerikan. Dia juga ingin menghentikan situasi
tersebut. Dengan melangkah kedepan dan menampar ringan muka si Gendut sambil
membisikan ketelinganya.
“Mantou sudah kembali, begitu
juga wanitamu.”
Si Gendut kemudian melepaskan
gigitannya. Sambil memukul-mukul udara dia kembali ke tempat tidurnya. Muka
lebam dan penuh dengan darah, tapi dia kembali tidur seakan tidak terjadi
apa-apa.
Dia keluar dengan rasa takut
sambil melirik kearah si Gendut tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Meng Hao berdiri mematung sejenak
sambil mengagumi si Gendut, kemudian dia kembali ke tempat tidurnya dan
melanjutkan tidurnya.
Pagi hari saat matahari mulai
terbit.
Sang Surya menyinari langit,
suara bel menggema di udara seperti mempunyai kekuatan gaib; saat mendengarkan
suara ini, mereka bangun dan mulai untuk bekerja. Si Gendut bangun. Dia
terlihat bingung melihat bekas luka yang ada di tubuhnya. Kemudian dia
menyentuh wajahnya.
“apa yang terjadi tadi malam?
Bagaimana bisa seluruh tubuh ku sakit semua? Apakah seseorang meng hajarku
semalam?”
Meng Hao mengenakan jubahnya
sambil berkata
“tak terjadi apa-apa. Semuanya
berjalan biasa”
“Bagaimana mungkin? Wajahku
terasa bengkak semua ini”
“Mungkin ulah nyamuk.”
“Lalu mengapa ada bekas darah di
mulutku?
“Kamu beberapa kali terjatuh dari
tempat tidur tadi malam. “ Meng Hao membuka pintu lalu melangkah keluar,
berhenti sejenak melihat kea rah si Gendut dengan nada serius, “Ndut, kamu
harus mengsah gigimu lebih sering, semakin tajam semakin bagus.”
“Oh? Ayahku juga berkata seperti
itu.” Di berkata dengan terkejut sambil mengenakan jubahnya dengan buru-buru.
Meng Hao dan si Gendut berjalan
kea rah sinar mentari dan memulai hidup mereka menjadi seorang pelayan di sekte
Reliance, sebagai pemotong kayu.
Tiap orang mempunyai tanggung
jawab untuk memotong sepuluh pohon. Disekitar markas pelayan utara, terdapat
lereng gunung yang diselimuti oleh hutan rimba. Walaupun pohonnya tidak terlalu
besar, tapi sangatlah rimbun di sepanjang mata memandang.
Dengan membawa kapak pelayan,
Meng Hao mengelus-elus pundaknya. Kedua lengannya terasa kaku, dan sakit.
Kapaknya sangatlah berat. Di sebelahnya, si Gendut duduk setelah mereka selesai
memanjat. Mereka menemukan tempat yang cocok, dan suara kapak memotong kayu
menggema saat mereka mulai bekerja.
“ayahku sangatlah kaya, super
kaya raya,” kata si Gendut sedikit menerawang. Dia mengangkat kapaknya. “aku
akan menjadi super kaya raya juga. Aku tidak ingin menjadi pelayan… para
Immortal (makhluk abadi) disini sangatlah aneh, dan mereka memiliki kekuatan
sihir, untuk apa mereka membutuhkan api? Dan kenapa mereka menyuruh kita untuk
memotong kayu?”
Tidak seperti si Gendut yang
cerewet, Meng Hao terlalu capek walau hanya untuk sekedar bicara. Keringat
mengucur deras dari tubuhnya. Karena kemiskinannya di Negara Younjie, dia
jarang sekali makan daging sehingga tubuhnya sangat lemah seperti sekarang. Dia
tidak punya banyak tenaga. Setelah rentang waktu sekitar setengah dari dupa
terbakar, dia menyadarkan tubuhnya ke pohon dengan nafas yang ngos-ngosan.
Dia memandang kea rah si Gendut
yang terus mengutuk sambil tetap memotong kayu. Dia masih sangat muda tapi
mempunyai tenaga yang luar biasa.
Meng Hao menggelengkan kepalanya
dengan getir. Sambil beristirahat dia mengambil bukunya untuk mulai mempelajari
Qi Condensation lagi. Mengikuti petunjuk yang diberikan dalam buku tersebut,
dia mencoba untuk merasakan energy spiritual
dari langit dan bumi.
Waktu berlalu dengan cepat dan
petangpun menjelang. Di hari pertama ia bekerja, Meng Hao berhasil memotong dua
pohon sedangkan si gendut berhasil memotong delapan potong kayu. Jika disatukan
, ini sudah cukup untuk mendapat satu jatah makanan untuk mereka santap. Mereka
berinding sejenak dan kemudian si gendut mengambil jatah makanan dan mereka
bagi di ruangan mereka. Kemudian mereka tertidur karena kelelahan.
Saat dengkuran si Gendur memenuhi
ruangan, Meng Hao mulai bangkir dari tidurnya, matanya penuh dengan
tekad. Mengabaikan lapar dan hausnya, dia mengambil bukunya lagi untuk
mempelajari
Qi Condensation.
“Ketika aku belajar untuk
mengikuti tes, aku biasanya bangun sampai larut malam. Aku sudah terbiasa
dengan lapar. Mungkin ini sangat melelahkan, tapi aku mempunyai tujuan yang
pasti. Setelah tidak lolos dari tes kerajaan, inilah kesempatanku satu-satunya
agar bisa menjadi seorang cultivator. Aku tidak percaya kalau aku tetap gagal
untuk mencapai ini. Aku yakin pasti bisa.” Sekip keras kepalanya terpancar dari
sorrot matanya. Dia menundukan kepala dan mulai untuk belajar.
Dia melanjutkan belajarnya sampai
larut malam, sampi dia ketiduran saat belajar. Saat dia tidur, mimpinya penuh
dengan bayangan tentang bagaimana merasakan kekuatan spiritual dari langit dan
bumi. Bel membangunkannya di pagi hari. Dengan
mata yang masih merah, dia membuka matanya. Sedikit menguap dan bangkit dari
tempat tidur kemudian bersama dengan si Gendut yang penuh semangat, kembali
mengerjakan tugas harianya memotong kayu.
Waktu berlalu begitu cepat, tak
terasa dua bulan telah berlalu. Kemampuan Meng Hao menebang pohon meningkat
sehingga dia bisa memotong empat batang kayu per hari. Tapi, kebanyakan
waktunya dia gunakan untuk merasakan arti dari energy spiritual. Matanya semakin
memerah. Kemudian pada sore haru menjelang petang, saat dia duduk bermeditasi (bertapa), tubuhnya
tiba-tiba bergetar hebat dan merasakan kesemutan yang menusuk-nusuk di kakinya.
Kemudian, seperti ada gumpalan kecil Qi Condensation yang tak tampak yang masuk
kedalam darah dan dagingnya, dan kemudian merembes keluar kembali dari
tubuhnya.
ia merasa secercah energi
spiritual muncul dalam dirinya dan kemudian menghilang dengan cepat. Meng Hao membuka matanya dengan semangat. Kelelahannya
menghilang dan mata merahnya perlahan memutih. Tubuhnya bergetar dan tangannya
menggenggam erat buku “tentang cara mempelajari Qi Condensation”. Dia tidak cukup makan atau tidur beberapa
bulan belakangan. Selain memotong kayu, dia menghabiskan hampir seluruh
waktunya untuk merasakan ennergi spiritual, dan sekrang mulai terasa hasilnya. Dia
merasa seperti tubuhnya penuh dengan kekuatan.
Waktu berjalan dengan cepat. Dalam
sekejap dua bulan telah berlalu dan sekarang adalah bulan delapan, musim panas.
Terik matahari membakar tubuh.
“Mengumpulkan Qi, menyerapnya
kedalam tubuh, kemudian disebarnya keseluruh tubuh dengan membuka pembuluh darah
dan pusat Qi (tenaga dalam), lalu menggema/berkumandang dengan langit dan bumi”.
Siang hari di dalam pekarnya hutan dekat dengan sekte reliance. Meng Hao
menggunakan satu tangan untuk menyalakan api unggun didepannya, dan yang
lainnya memegang buku panduan belajar Qi condensation yang dipelajarinya dengan
serius.
Dia menutup matanya sekitar satu
stik dupa sampai habis terbakar. Merasakan benang halus dari Qi (tenaga dalam)
yang berada dalam tubuhnya. Ini adalah Qi yang telah muncul dua bulan
lalu, dan Meng Hao meanggapnya sebagai
harta karunnya yang laing berharga. Benang tersebut sekarang semakin tebal,
dengan menggunakan mnemonic (sesuatu yang membantu untuk menghafal. Cek google) dan tekhnik pengaliran yang
di jelaskan didalam buku panduan. Dia duduk bermeditasi(bertapa), mempersilakan/membiarkan
benang Qi (tenaga dalam) untuk bergerak kedalam tubuhnya.
Sesaat kemudian, Meng Hao membuka
matanya dan melihat si Gendut berlari kearahnya dengan membawa kapaknya.
“Jadi, bagaimana sekarang ?” mecoba
untuk duduk setelah mendekat ke Meng Hao.
Walaupun gendut tetapi tubuhnya kuat.
“aku belum bisa menyebarkan ke
seluruh tubuh” kata Meng Hao sambil tertawa.”tapi, aku cukup percaya diri,
dalam satu bulan kedepan, aku mampu mencapai Qi Condensation level pertama.” Katanya
dengan penuh percaya diri.
“Yang aku maksud adalah… bagai mana ayamnya?” dia menjilat bibirnya
sambil memandangi api unggun.
“oh… sudah matang,” kata Meng Hao
yang juga menjilat bibirnya sambil
menarik ranting pohon yang dia gunakan untuk menyalakan api. Si egndut
menggunakan kapak untuk menggali tanah dan mengangkatnya ayam keluar. Ini sudah
benar-benar matang sekarang.
Wangi harum memenuhi udara. Mereka
membagi dua ayam tersebut dan mulai memangsanya habis.
“Sejak kamu bisa merasakan energy
spiritual,”sambil mengunyah penuh ayam yang ada dimulutnya, “ kamu dengan mudah
bisa menangkap ayam hutan. Dibandingkan sekarang, dua bulan pertama seperti
sebuah mimpi buruk...” ini adalah jurus barunya, yaitu menyanjung Meng Hao.
“Banyak orang yang mencari makan
di hutan, kamu hanya tidak tahu mengenai hal itu.” Saat Meng Hao bicara, dia
sambil menguyah paha ayam sehingga bacaranya agak tidak jelas.
“Ah… jika kamu benar-benar bisa mencapai Qi
Condensation level pertama minggu depan dan menjadi murid lingkar luar, “dengan
wajah masam, si Gendut melanjutkan bicaranya, “lalu apa yang harus aku lakukan?
Aku tidak paham satupun dari mnemonic tersebut (tekhnik menghafal dengan cepat.
Cek google).” Dia memandang Meng Hao
dengan penuh harap.
“Mdut, dengarkan aku. Satu-satunya
cara untuk pulang kerumah hanyalah satu. Yaitu menjadi murid lingkar luar sekte.
“ kata Meng Hao berhenti makan paha dan memandang si Gendut dengan serius.
Si Gendut diam sejenak kemudian
mengangguk dengan tekad yang bulat.
Enam hari telah berlalu. Malam hari
si Gendut sudah terlelap, dan Meng Hao duduk menyilangkan kaki di dalam
ruangannya, bermeditasi (bertapa). Melakukan hal yang biasa dia lakukan selain
memotong kayu selama tiga bulan belakangan yaitu merasakan energy spiritual. Dia
mengingat kembali dua bulan yang lalu, ketika secercah Qi (tenaga dalam)
bangkit dari dalam tubuhnya. Dia mengambil nafas dalam-dalam, menutup matanya
dan mencoba untuk menyebarkan benang energi spiritual keseluruh tubuh. Dan sekarang
dia berhasil, menyebarkan seluruh energy spiritualnya setiap sudut tubuhnya. Dia
merasa tubuhnya seperti melayang di udara.
Pada saat Meng Hao sudah bisa
mencapai Qi Condensation level satu. Si Pemuda muka kuda yang duduk di batu
besar, membuka matanya dengan perlahan . dia melihat kearah rumah Meng Hao,
kemudian menutup matanya kembali.
Pada pagi hari, dibawah sorot iri
dari mata semua orang yang ada di pusat pelayan bagian utara., Meng Hao
berjalan meninggalkan ruangan yang telah menjadi rumahnya selama empat
bulan. Dia berdiri didepan si muka kuda.
Si Gendut tidak bersamanya.Di
kejauhan, dia melihat Meng Hao dari pintu gerbang, kebulatan tekat memenuhi
sorot matanya.
“Kamu mencapai level Pertama Qi
Condensation dalam empat bulan. Tidak terlalu hebat, tapi tidak juga terlalu
bodoh.” Si muka kuda memandangi dirinya, tatapan matanya tidak lagi dingin. Dengan
tenang dia berkata, “sekarang kamu akan pergi ke sekte lingkar luar, aku akan
menjelaskan peraturan yang ada disana. Setiap bulan, batu energi dan pil medis
akan dibagikan disini. Tapi ini tidak ada larangan untuk mengambil dari orang
lain secara paksa, atau dengan cara mengeroyok. Disana ada tempat umum yang
biasanya orang-orang menyebutnya tempat pembantaian. Kamu…. Kamu harus bisa
menjaga dirimu sendiri.”setelah dia selesai berbicara, dia mengangkat tangan
kanannya , dan melemparkan kepingan giok kea rah Meng Hao. Dan kemudian Meng
Hao mengkapnya.
“Alirkan energy spiritualmu ke
dalam keeping giok dan dia akan membimbingmu kearah paviliun harta (tempat
penyimpanan barang-barang berharga sekte) di sekte lingkar luar. Disana kamu
akan mendaftarkan pengangkatanmu.” Si muka kuda menutup matanya.
Meng Hao tak mengatakan apapun. Menyatukan
kedua tangannya memberikan hormat, kemudian dia berbalik dan melihat ke arah si
Gendut. Mereka berpandangan beberapa saat, dan Meng Hao merasa perasaan yang
bercamput aduk memenuhi relung hatinya. Dia memilih untuk tidak memikirkan hal
itu. Dia menekan keping giok tersebut, kemudian mulai memancarkan sinar
kehijauan, dan kemudian terbang melayang.
Meng Hao mengikutinya dan
perlahan meninggalkan pusat pelayan.
Dia menapaki jalan yang kecil dan
sempityang membimbingnya mgerbang utama, berjalan semakin jauh menuju kaki
gunung. Sampai dia mencapai sebuah area/tempat yang belum pernah dia tapaki
sebelumnya selama empat bulan terakhir.
Sekte Reliance berdiri diatas
empat gunung utama, dengan puncak barat,
utara, timur, dan selatan. Masing-masing mengelilingi seperti rangkaian
pegunungan yang tidak ada akhir. Pada masing-masing
pertengah puncak gunung terdapat pusat pelayan. Meng Hao telah ditempatkan di
pusat pelayan bagian utara. Jika kita berjalan semakin keatas, terdapat mantra
pertahanan. Di atas itu tinggalah murid inti dan para tetua sekte.
Disetuap puncak gunung semuanya
seperti itu, dan dataran rendah yang mereka kelilingi terdapat rumah-rumah yang
dihuni oleh murid sekte lingkar luar. Murid lingkar luar berada di kaki gunung,
para pelayan berada di pertengahan gunung, dan murid inti serta tutua sekte
berada di puncak gunung. Ini adalah peraturan sekte yang dibuat oleh Patriarch
Reliance yang tidak seorangpun tahu apa maksud dibalik itu semua.
Dari kejauhan, seluruh area seperti
dipenuhi dengan kabut. Tetapi, saat mencapai tempat tersebut, kabutnya
menghilang. Di depannya terpampang sebuah pemandangan. Yaitu anak tangga yang disusun dari batu marmer, juga bangunan-bangunan
megah dan jalan yang di susun oleh batu hijau. Murid sekte lingkar luar
terlihat menyibukan diri dengan aktivitas mereka masing-masing dengan mengenakan
jubah hijau. Beberapa dari mereka melihat ke arah Meng Hao saat Meng Hao
berjalan melewati mereka.
Berapa dari mereka memandang
rendah bahkan tak ada satupun yang ada niat baik. Dia merasa seperti diintai
oleh binatang buas, dimana dia mulai mengingat-ingat apa yang telah dikatakan
sodara tua si muka kuda tentang sekte lingkar luar.
Tidak lama setelah itu, dia telah
sampai kesebuah bangunan hitam di bagian selatan dari sekte lingkar luar. Terdiri
dari tiga lantai, dan walaupun berwarna hitam, ini terlihat hampir transparan
karena diukir dari batu giok.
Saat Meng Hao mendekati bangunan tersebut, tiba-tiba pintu
utama terbuka dengan sendirinya dan sesosok orang tua keriput mengenakan jubah hijau
panjang. Tatapan tajam memenuhi wajahnya. Dia mengangkat tangan kanannya dan
menangkap keping giok yang jatuh ke tangannya. Dia melihat sekejap keping giok
tersebut dan mulai bernicara dengan nada lantang:
“Meng Hao telah di promosikan ke
sekte lingkar luar. Dia akan diberi sebuah rumah, jubah hijau, tablet energi (papan
kotak seperti tablet hape), dan sebuah tas jinjing. Tablet energi dapat
digunakan untuk masuk ke paviliun harta
untuk mendapatkan alat/benda sihir.” Dia mengayunkan tangan kanannya dan
sebuah tas abu-abu mencul di tangan Meng Hao.
Dia melihat ke arah tas abu-abu
sejenak, kemudian dia melihat kebelakang kearah para murid sekte lingkar luar
yang dia lalui tadi di jalan. Semua orang mempunyai tas seperti ini yang diikatkan
di pinggangnya.
Lelaki dengan tatapan tajam
melihat kearah Meng Hao, dan dapat dengan cepat mengetahui bahwa Meng Hao belum
begitu kenal dengan kebiasaan yang ada di sekte lingkar luar. Jika tidak, bagaimana
bisa dia terlihat begitu kebingungan dengan tas genggamnya? Merasa kasihan
dengan dia, dengan dingin dia berkata, “dengan menyalurkan energi spiritual
yang kamu miliki, kamu dapat menyimpan banyak benda kedalamnya.”
Setelah mendengar hal tersebut,
Meng Hao menyalurkan energi spiritualnya ke tas genggam tersebut. Setelah energi
spiritual menyelimuti tas itu, didalam tas menjadi buram, dan dia kemudian
dapat melihat bahwa didalam tas tersebut mempunyai tinggi setengah dari tubuh
manusia dan didalamnya terdapat jubah
hijau, keping giok dan beberapa benda lainnya.
Saat itu pikrannya seakan
melayang. Tas ini pasti berharga minimal seratus keping emas,. Ini pasti barang
ciptaan immortal (makhluk abadi).
Dia berkonsentrasi dan kemudian
keping giok muncul di tangannya. Kemudian
dia mulai berkonsentrasi, lebih memfokuskan perhatiannya dan menemukan susatu
didalam tas tersebut yaitu peta dari pusat sekte lingkar luar, dan di sudut
pojok adalah rumahnya.
“kamu bisa periksa itu nanti.” Kata
orang tua bermata tajam dingin. “Paviliun harta telah terbuka dan kamu belum
memasukinya sama sekali.”
Meng Hao mengangkat kepalanya dan
meletakan tas genggamnya kedalam jubahnya. Melihat ke arah pintu paviliun harta
yang terbukia lebar, dia menghela nafas dalam-dalam, dan melangkah masuk, penuh
dengan harapan. Setelah dia masuk, ekspresi mukanya langsung berubah dan dia
menarik nafasnya dalam-dalam.
>chapter selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar